Home / DWIDJO / Api Cinta (125): Cinta yang hanya Singgah Sementara

Api Cinta (125): Cinta yang hanya Singgah Sementara

Perlahan-lahan Madanom meneruskan membaca surat untuk anaknya. Perlahan, kata-demi kata ditelusuri adakah suatu yang mengancam. Setidaknya membahayakan kelangsungan sekolahnya.

Bukankah sudah tidak terhitung banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai sekolahnya. Bagaimana meneruskan sekolah kalau harus berurusan dengan perempuan. Belum lagi kalau harus menanggung semua biaya. Madanom tidak sanggup membayangkan. “Sebaiknya kita tidak meneruskan  hubungan kita,” tulis di dalam surat itu.

Kalimat pendek yang melegakan. Artinya tidak ada masalah dengan Paidi anaknya. Hanya sebatas cinta monyet, cinta yang tidak berlanjut. Tidak membahayakan sekolah dan tidak mengancam kelangsungan belajarnya. Madanom tidak meneruskan menyelesaikan membaca surat yang dikirimkan perempuan kepada anaknya. Tokh permasalahannya sudah jelas, tidak ada kelanjutan dari cinta monyet. Cinta yang hanya singgah sementara, untuk datang dan pergi lagi.

Madanom terdiam. Ragu-ragu memikirkannya. Benarkah tidak ada masalah. Benarkah tidak menimbulkan permasalahan baru bagi anaknya. Bukankah Mirah Delima dulu pernah mengharu biru pikiran dan perasaan anaknya. Bagaimana dengan Amanah, akankah menjadi bagian pikiran yang mengharukan juga.  Bagaimana cara mengatasinya, bagaimana dan bagaimana, Madanom belum menemukan jawaban pasti.

Madanom akan membicarakan kepada Madsani. Surat yang dikirimkan Amanah kepada Paidi anaknya. Bagaimana cara menyelesaikan. Apakah surat diberikan kepada Paidi atau sebaliknya, tidak diberikan kepadanya. Seolah-olah tidak pernah ada surat yang datang. Bagaimana kalau ada pertemuan keduanya di rantau. Bukankah keduanya berdekatan, paling tidak satu wilayah yang memungkinkan mereka bertemu. Mereka akan bertemu, benar bertemu pasti akan ada pembicaraan tentang surat yang dikirimkan.

Madsani mengambil inisiatif untuk menyampaikan sendiri surat kepada anaknya. Akan diajak berdialog, musyawarah terhadap masalah yang mereka hadapi bersama. Mencari jalan keluar bersama, untuk mengambil keputusan bersama. Agar tidak terjadi salah pengertian dan salah paham.

Sebaiknya kita tidak membiarkan permasalahan kecil terpendam, kalau saatnya tiba akan menjadi masalah besar dan lebih sulit mencarikan jalan keluar.  Sebelum masalah membesar, kita menyelesaikan secara perlahan. Akan ada jalan terbaik untuk penyelesaiannya.  Dia sudah siap dengan segala permasalahan yang dihadapi. Mirah Delima yang mengharu biru dapat diselesaikan, meski membutuhkan waktu lama.

“Nanti kalau pas liburan, anakmu pulang kita ajak musyawarah. Tokh dia sudah besar sekarang, sudah bisa berfikir matang,”  Madsani berkeyakinan anaknya sudah mampu berfikir panjang untuk mengambil keputusan. Bukankah kepergiannya merantau juga sebuah keputusan berani. Keputusan dari hasil pemikiran yang matang, meski diusianya masih tergolong muda.(bersambung)

About redaksi

Check Also

Saber Budaya Menoreh Kedah Mbangun Pariwisata Kulonprogo

Yogyakarta, Kabarno.com Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) melalui Dinas Pariwisata Provinsi, memyambut baik …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *