Pernah suatu kali Kribo melarang Paidi berdekatan dengan teman perempuan di kampus. Selain tidak pantas juga belum saatnya berkenalan dengan perempuan.
Apalagi kalau buat serius, menjadikannya sebagai istri. Sedangkan kalau sebatas untuk iseng, terlarang menurut ajaran Islam. Bukankah Islam melarang berpacaran. Berduaan perempuan dan laki-laki tanpa ada mahram saja terlarang. Syaiton akan menjadi pihak yang ketiga, di antara laki-laki dan perempuan. Dikhawatirkan akan muncul hal negatif dengan syaiton sebagai sponsornya.
“Bukankah tulisanmu di Koran Kampus berjudul Tidak Ada Kamus Pacaran.”
“Pacaran itu tidak ada kamusnya dalam ajaran Islam,” terangnya panjang lebar seperti dosen saja menerangkan kamus pacaran. Padahal tulisan perdana di Koran Kampus hanyalah hasil dari pengajian di Masjid Kampus beberapa waktu silam. Karena banyak yang tidak hadir di majlis rutinan tersebut, tulisan menjadi seperti baru. Padahal sama sekali tidak ada yang baru dari tulisan tersebut.
Kribo karibnya memang perhatian. Banyak hal yang menjadi komentar, bahkan kritik tajam. Salah satunya kedekatan dengan perempuan. Lebih tepatnya perempuan yang mencoba mendekati. Selama ini Paidi tidak banyak memiliki teman perempuan, kalau pun ada sebatas teman berdiskusi atau sebatas sesama aktivis di kampus.
Maria salah satunya. Gadis berkerudung satu-satunya di kampus sering berjalan berdua ketika ke perpustakaan. Juga ketika bersama-sama beriringan menuju Masjid Kampus yang berada di bagian samping sekretariat unit kegiatan mahasiswa.
Kribo rupanya menyaksikan perjalanan berdua-dua itu sehingga muncul anggapan kami sepakat berpacaran. Padahal sama sekali keliru, kami berjalan berdua ketika ada kegiatan yang sama. Begitu sampai di sektretaiat tidak lagi berdua. Sesampai di Masjid Kampus juga berjamaah, tidak berdua saja. Begitu sampai halaman masjid kami berpisah, akhwad menuju serambi sebelah kiri sedangkan akhwan langsung ke ruang utama.
“Terima kasih sudah mengingatkan,”
“Kami hanya berjalan bersama-sama,”
“Itupun ketika ada kegiatan yang sama,”
“Kami sama sekali tidak pacaran,”
“Apalagi mengikat janji,”
Kribo memahami penjelasan sederhana ini. Tidak ada syak wasangka. Juga tidak ada curiga. Kribo menerima saja penjelasan tanpa berargumentasi lagi. Sejatinya memang tidak ada apa-apa kecuali kebersamaan yang mengharuskan perjalanan menjadi berdua. Sesungguhnya juga tidak berdua-dua saja. Karena memang tidak ingin berdua, melainkan berjamaah.(bersambung)