Madanom nimbrung, menyambung pembicaraan Madsani suaminya. Berpesan kepada mbarep lanang agar menjalani kehidupan di alam ramai, menjalani kehidupan yang sesunguhnya.
Layaknya masyarakat banyak, lahir menjadi remaja, sekolah selesai dan bekerja. Sesudah itu baru menjadi manusia yang sesunggunya. Hidup lumrah sebagaimana orang membangun kehidupan di alam padang.
Bekerja yang baik, seperti para priyayi. Menjadi pegawai di kantor sehingga dapat menjalani kehidupan secara layak. Kalau harus bekerja mengandalkan tenaga, tidak banyak yang dapat dihasilkan. Berbeda kalau bekerja menggunakan pikiran, keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan di kantoran.
“Kamu, akan hidup yang sesungguhnya”
“Selesai sekolah kamu harus bekerja,”
“Mencari penghasilan untuk mbangun bebrayan.”
“Syukur kalau kamu bisa menjadi pegawai pemerintah,”
“Pegawai negeri itu enak, terjamin dan yang penting punya pensiun kalau sudah tidak bekerja,” Berbeda dengan bekerja partikelir, meskipun bekerja di kantor namun tidak mendapatkan pensiun. Kalau sudah tua, sudah tidak bekerja lagi tidak ada penghasilan yang dapat digunakan untuk menyambung kehidupan selanjutnya.
Kalau nasib lagi tidak baik, pegawai partikelir itu dapat dipensiun kapan saja, terkadang tidak mendapatkan pensiun. Sedangkan kalau nasib sial, pegawai partikelir dapat pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak mendapatkan hak pensiun. Kalau pun mendapatkan hak pensiun harus memperjuangkan, melakukan demontrasi menuntut hak sebagai karyawan.
“Pegawai negeri,” Paidi membatin saja. Tidak memberikan jawaban apa-apa. Tapi perkataan biyungnya menusuk di telinga. Menjadi beban pikiran yang menganggu, mengapa mesti menjadi pegawai pemerintah, pegawai negeri. Bukankan pegawai pemerintah banyak mendatangkan permasalahan. Pegawai yang sebatas menjadi pekerja.
Paidi diam, tidak memberi jawaban. Juga tidak memberikan komentar, meski pikirannya kalut. Berkecamuk dalam benaknya, mengapa biyungnya berharap anaknya bekerja sebagai pegawai pemerintah. Pegawai yang selama ini menjadi banyak perbincangan ketika berlangsung latihan dasar kepemimpinan.
Paidi sengaja tidak memberi jawaban dan komentar atas pandangan biyung yang tentu juga ramaknya. Kalaupun memberi jawaban, pasti tidak sepandapat dengan biyung ramaknya. Kalau disampaikan bisa saja membuat keduanya kecewa, bahkan bisa jadi bahan pikiran yang menyesakkan.
Ada perbedaan mendasar antara sikap dan pandangannya di satu sisi, dengan sikap dan pandangan biyung ramaknya. Terutama menyangkut pegawai pemerintah, pegawai negeri yang menjadi kebanggaan banyak pihak, termasuk kedua bapak biyungnya. (bersambung)