Jam delapan malam tadi, Probosutedjo, dimakamkan. Meninggal di Jakarta pagi hari jam tujuh, adik tiri Pak Harto ini, dikebumikan di Makam Somenggalan, Kemusuk, desa kelahiranya.
Seperti diketahui, pemakaman Somenggalan adalah tempat menyatukannya masyarakat Kemusuk, yang ikut gugur pada agresi militer Belanda 1948-1949. Makam itu berubah menjadi pemakaman yang lebih baik, karena dibangun oleh Probosutejo, setelah semua korban Class II yang dimakamkan di banyak tempat, dijadikan satu dalam komplek pemakaman Somenggalan.
Lahir di Kemusuk, 1 Mei 1930, Probo adalah adik satu ibu dengan Presiden RI kedua, Soeharto. Ibu mereka, Soekirah. Tapi rupanya, jalan hidup keduanya agak berlainan. Pak Harto, berkarir sebagai tentara dengan banyak catatan cemerlang. Sedang Probosutedjo, memilih menepi dari militer.
Sejarah hidupnya mencatat, pada usia 16 tahun, ia menjadi bagian dari Pasukan Tedjo Eko. Itu terjadi saat perang kemerdekaan di Jogjakarta tahun 1946. Jejak Probo di kemiliteran juga dicatat sebagai anggota Pasukan KODM pada Class II tahun 1949.
Dua tahun setelah perang kemerdekaan, pada 1951, Probo memilih melanjutkan sekolahnya. Ia masuk SEMEA meski hanya sampai kelas dua. Lalu, ia memilih hijrah ke Pematangsiantar dan menamatkan pendidikan guru di SGA Pematangsiantar lima tahun kemudian.
Kepergian Probo ke Siantar, adalah petualangan yang nekat, karena ia tak punya banyak bekal, selain membawa semangat anak muda berusia 21 tahun. Beruntung, di Siantar ia memiliki seorang kerabat yang bisa menjadi jujugan.
Petualangan hidup Probo semakin seru, karena ia kemudian bekerja sebagai penebang kayu. Tidak lama, ia menjadi guru, setelah berhasil masuk tes dan menjadi guru di SMP Perguruan Kita. Dari sekadar mengajar, tidak lama, Probo berinisiatif memiliki sekolah sendiri. Maka berdirilah SMP Nasional pada 1953. Nama SMP Nasional, kemudian berganti menjadi SMP Progresif sebelum akhirnya dilepas menjadi sekolah negeri.
Setelah tak memilik sekolah sendiri, Probo melamar menjadi guru di Perguruan Taman Siswa Pematang Siantar. Itu dijalani dari 1957 sampai 1963 sampai ia berfikir ulang tentang keberadaannya di Sumatera Utara. Dan, setelah 12 tahun di Sumatera, ia memutuskan kembali ke Jawa.
Sampai di Jakarta, suasana tahun 60an, memberi tantangan baru yang memberi banyak peluang. Tapi dari sanalah, Probo membangun karir baru sebagai pebisnis. Tahun 1966, setelah pecah pemberontakan PKI, ia memiliki perusahaaan pertamanya, PT Embun Emas.
Sejak itulah, karir Probosutedjo sebagai pengusaha semakin bagus. Dua tahun kemudian, pada 1968, ia mendirikan PT Mercua Buana, sebuah perusahaan impor cengkeh. Dari sana, PT Mercu Buana berkembang, bahkan kini, memiliki perguruan tinggi yang menterang di Jakarta dan Jogjakarta bernama Universitas Mercu Buana.
Setelah mengalami masa-masa surut, menyusul lengsernya Pak Harto, pamor Probosutedjo sebagai pengusaha juga ikut terus merosot. Dan, kemarin, Tuhan memanggilnya dalam usia senja, 87 tahun.(kib)