Napak Tilas Berdirinya Bakor PKP

oleh -142 Dilihat
oleh

Bulan April ini, menjadi bulan bersejarah bagi Badan Koordinasi Paguyuban Kulon Progo (Bakor PKP), sebagai wadah para perantau. Sebab, pada 26 April 2019 nanti, usianya genap 16 tahun.

Perayaan Dwi Windu atau 16 tahun Bakor PKP, akan digelar di Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 20 April 2019. Mulai pukul 19.30 WIB, malam resepsi ini akan diisi oleh Pidato Kebudayaan Oleh Profesor Bedjo Sujanto, tokoh Kulon Progo kelahiran Kalibiru Kokap yang pernah menjadi rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dua periode. Juga bazar produk Kolon Progo, serta tentu saja mempersembahkan tradisi Ngunjuk Rempah Merah.

Dan, sepekan menuju puncak perayaan HUT Bakor PKP, saya akan tuliskan cuplikan kecil, jejak pendiriannya. Sebuah catatan napak tilas yang mudah-mudahan selalu menjadi spirit bersama.

Bakor PKP didirikan oleh 15 paguyuban perantau yang terdiri dari  14 paguyuban desa dan 1 alumni yaitu STM Wates. Saat itu, pendiriannya dicetuskan di kediaman Brigjen TNI (Purn) Anton Sudarto, pada tanggal 26 April 2003.

Bakor PKP menjadi generasi ketiga warga perantau Kulon Progo di Jakarta. Generasi pertama diinisiasi oleh  Persatuan Warga Kulon Progo di Jakarta (PERWAKUJA) yang dirintis tahun 1955. Sebuah nama yayasan dan bangunan mushola yang masih berdiri di daerah Ciracas, Jakarta Timur menjadi saksi.

Generasi kedua adalah PKKP (Persatuan Keluarga Kulon Progo) yang menurut kabar, mereka eksis di tahun 1970-80 an. Kabarnya mereka sering mengadakan pagelaran wayang kulit, turnamen olah raga dan sebagainya yang disiarkan di radio Safari. Namun hingga kini tidak ada jejak otentik yang berhasil saya temukan.

Belajar dari pengalaman generasi pendahulu, maka para paguyuban pendiri Bakor PKP bersepakat, bahwa kita hanya mengambil peran minimalis, memposisikan diri sebagai lembaga koordinasi, mediasi dan rekomendasi dalam berkomunikasi dengan Pemda Kulon Progo.

Lahirnya Bakor PKP, secara konseptual, tak bisa dilepaskan dari sebuah konsep besar yang kini kita kenal dengan konsep Gerakan Sesaba Kulon Progo. Alhamdulillah, konsep ini secara resmi telah diadopsi menjadi landasan gerak dan langkah organisasi.

Konsep ini pertama kali saya perkenalkan ke publik, yaitu kepada warga perantau Kulon Progo di Cilegon pada bulan Desember 1988. Artinya tahun ini tepat konsep Sesaba Kulon Progo genap berusia 30 tahun.

Oleh karenanya menjadi sangat tepat kalau Bakor PKP ini disebut sebagai alat atau kendaraan bagi perantau Kulon Progo untuk meningkatkan kesadaran atau kepeduliannya membangun Kulon Progo. Dan perjalanan itu masih panjang dan berliku. Bakor PKP hanyalah salah satu mata rantai pemikiran yang kini mulai nyata dan kian tertata.

Kendaraan adalah teknologi yang memudahkan manusia melakukan perjalanan panjang, berat dan berliku. Tanpa teknologi transportasi, mustahil manusia mampu melintasi perjalanan darat dengan aman dan nyaman, menyeberang laut dan menerobos udara lintas pulau dan benua sehingga berkembanglah kehidupan umat manusi di dunia.

Adapun secara teknis, kelahiran Bakor PKP tidak bisa melupakan dukungan moril, materiil dan spiritual dari para sesepuh di Jakarta yang tergabung dalam PAKUWAT (Paguyuban Kulawarga Wates). Oleh karenanya, terutama sekali 4 nama sosok : Brigjen TNI (Purn) Anton Sudarto, Letkol TNI (Purn) Maryata, Bapak Supandoyo dan Alm. Sumardiyo, adalah sosok yang sangat berjasa.

Spesial sosok dan tokoh yang telah memberikan tambahan energi bagi saya dalam melahirkan Bakor PKP saat itu adalah : Letkol Budiono Ketua Alumni STM Wates (ALTES), Alm Purwanto (Sekretaris ALTES), Bapak Edi Sucipto Ketua IKKP Banten di Cilegon dan Mas Bambang R Hadhy, senior dan motivator saya saat saya aktif di Pemuda Muhammadiyah.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.