Merawat Sejarah, Menghidupkan Kembali Kadipaten Adikarta

oleh -709 Dilihat
oleh

Kadipaten Adikarta sebagai wilayah kekuasaan Pura Pakualaman semula disebut dengan “Pasir Urut Sewu” yang terdiri atas rawa-rawa yang disebut dengan “Karangkemuning”. Pada masa pemerintahan Sri Paduka Paku Alam V memerintahkan kepada R. Rio Wosodirdjo agar mengubah rawa-rawa menjadi daerah yang makmur, sehingga setelah berhasil namanya diganti menjadi Kadipaten Adikart.

Tak bisa dipungkiri bahwa Belanda (VOC) selama menjajah Indonesia menerapkan politik devide et impera, strategi adu domba untuk memecah belah rakyat Indonesia dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan dan juga mencegah kelompok-kelompok kecil bersatu menjadi kelompok besar, dengan tujuan memperkuat kekuasannya.
Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 membagi kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Dua tahun kemudian perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757, memutuskan kepada kedua belah pihak membagi untuk kedua kalinya beberapa wilayah Mataram kepada Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said.

Berawal dari pertikaian Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Sri Sultan Hamengku Buwono II melawan pemerintahan Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels, berlanjut dengan Geger Sepoy yaitu penangkapan Sultan Hamengkubuwana II dan di buang ke Pulau Penang oleh pemerintah Inggris di bawah Gubernur Jenderal Rafles.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat harus menerima konsekuensi, sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo, saudara tiri Hamengku Buwono II yang berjasa mendukung Inggris, dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Paku Alam I.

Kadipaten Pakualaman atau Negeri Pakualaman atau Praja Pakualaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Selir Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yang memerintah saat itu) sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I. Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di Surakarta.

Pada saat itu wilayah Kulon Progo terdiri atas dua daerah kadipaten/kabupaten, yaitu Kabupaten Adikarta beribukota di Bendungan kemudian dipindahkan ke Wates dan Kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Pengasih kemudian dipindahkan ke Sentolo.

Kadipaten Adikarta sebagai wilayah kekuasaan Pura Pakualaman semula disebut dengan “Pasir Urut Sewu” yang terdiri atas rawa-rawa yang disebut dengan “Karangkemuning”.

Pada masa pemerintahan Sri Paduka Paku Alam V memerintahkan kepada R. Rio Wosodirdjo agar mengubah rawa-rawa menjadi daerah yang makmur, sehingga setelah berhasil namanya diganti menjadi Kadipaten Adikarta dan ibukotanya juga dipindahkan dari Brosot ke Bendungan. Selanjutnya, pada tahun 1903 ibukota Bendungan dipindahkan lagi ke Wates.

Sementara itu, Kabupaten Kulon Progo setelah Perang Diponegoro dipecah dan diganti nama menjadi Kabupaten Pengasih (1831), Kabupaten Sentolo (1831), Kabupaten Nanggulan (1851), dan Kabupaten Kalibawang (1855). Meskipun namanya kabupaten, tetapi wilayahnya belum seluas saat ini dan pimpinan daerahnya disebut dengan Raden Rio (pada masa kemudian digunakan sebagai gelar untuk Wedana/Pembantu Bupati).

Pada tahun 1912 kabupaten-kabupaten di atas digabungkan menjadi satu disebut Kabupaten Kulon Progo dengan ibukota di Pengasih. Pada tahun 1927 Kabupaten Kulon Progo dibagi dalam wilayah district dan onderdistrict, hingga kemudian pada tahun 1934 ibukota Kabupaten Kulon Progo dipindahkan dari Pengasih ke Sentolo.

Kabupaten Adikarta dahulu adalah sebuah kabupaten yang merupakan bagian dari Kadipaten Pakualaman. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1951, mulai tanggal 15 Oktober 1951, Kabupaten Adikarto digabung dengan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan pusat pemerintahan di Wates. Alasan penggabungan ini adalah karena kedua kabupaten tersebut terlampau kecil untuk menjalankan otonomi, serta dalam hal efisiensi pemerintahan.

Ilustrasi di tempat lain, kabupaten Ciamis ingin mengubah Namanya menjadi Kabupaten Galuh. Nama Galuh mempunyai nilai historis, Sejarah Kerajaan Galuh dimulai saat didirikan oleh Wreikandayun pada 612 masehi, yang merupakan pecahan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke 7 M. Lagi-lagi perubahan nama tersebut semata-mata ingin merawat Sejarah, agar diketahui dan dimengerti oleh generasi berikutnya.

Peta Adikarta di museum Pakualaman milik @blackcatnicken

Sejarah terkadang memang menyakitkan, tapi bukan berarti harus dilupakan. Merawat sejarah, supaya generasi anak cucu paham tentang nama Adikarta. Banyak orang sekarang tahunya Adikarta adalah pelabuhan mangkrak yang dibangun di Desa karangwuni. Lantas, bagaimana generasi anak cucu kita yang malas membaca sejarah?

Menghidupkan Kembali Kadipaten Adikarta berarti memisahkan kembali Kadipaten Adikarta dari Kabupaten Kulon Progo sekarang. Seperti dalam gambar di atas, Kadipaten Adikarta hanya terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Temon, Bendungan, Panjatan, dan Brosot.

Pembentukan Kembali Kadipaten (Kabupaten) Adikarta sama halnya dengan pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), yang implementasinya diatur dalam UU tentang Pemerintah Daerah nomor 32 tahun 2004 hingga nomor 23 tahun 2014 dan beberapa peraturan pemerintah terkait.

Pembentukan daerah otonom, menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 33-43 haruslah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan. Persyaratan ini dibuat agar daerah otonom yang baru benar-benar dibentuk atas aspirasi masyarakatnya dan bisa membangun daerah lebih maju. Syarat pembentukan daerah otonom tersebut meliputi: syarat Administratif, syarat Teknis dan syarat fisik.

Pembentukan daerah otonom diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan lebih merata. Pembentukan daerah otonom juga bertujuan agar masyarakatnya lebih mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri.

Jika proses administrasi pada akhirnya tak ada kendala, maka tinggal direncanakan peresmiannya. Tanggal 17 Maret (entah tahun berapa) merupakan waktu yang tepat, karena pada tanggal 17 Maret 1813 merupakan tanggal berdirinya Kadipaten Pakualaman.

*) Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)  dan perantau Kulon Progo di Jabodetabek

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.