Menuju 16 Tahun Bakor PKP, Inilah Sejarah Ikabarata

oleh -233 Dilihat
oleh

Inilah Ikatan Keluarga Banaran Bantarjo (Ikabarata).  Salah satu paguyuban Kulon Progo yang memiliki anggota cukup besar. Ikut tergabung dalam Badan Koordinasi Paguyuban Kulon Progo (Bakor PKP), mengambil peran besar dalam membantu masyarakat, tidak hanya di perantauan tapi juga di Kulon Progo.

Pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bakor PKP ke-16, Ikabarata juga menjadi salah satu penyokong utama gelaran ini. Dan, menuju puncak Dwi Windu atau 16 tahun Bakor PKP (yang akan ditandai dengan Pidato Kebudayaan oleh Profesor Bedjo Sujanto, 20 April 2019 di Anjungan Jogja Taman Mini), berikut sejarah singkat berdirinya Ikabarata.

Tersebutlah pada tahun 1971. Ikabarata termasuk paguyuban tua masyarakat Kulon Progo, terutama di Jakarta. Pendiriannya, dimulai dari suasana hati yang senasib-sepenanggungan sebagai perantau yang jauh dari kampung halaman.

Para perantau ini adalah bagian dari gelombang pendatang dari Sentolo ke Jakarta, yang dimulai setelah tahun 1965 banyak anak muda Kulon Progo lulus sekolah setingkat SLTA. Seperti diketahui tahun 1967, di Sentolo telah berdiri SMA Persiapan dan SPG PGRI. Mereka inilah generasi awal perantau Kulon Progo yang salah satunya menuju Jakarta.

Dalam buku Sejarah Berdirinya Ikabarta, Drs H Sampurno mengisahkan bahwa, paguyuban ini digagas di rumah bapak Sabar dengan 20 orang undangan yang hadir. Inilah para pendiri Ikabarata yang enggan berpangku-tangan melihat tanah kelahirannya yang telah ditinggalkan tanpa kemajuan.

Dalam tulisannya, Drs Sampurno mendiskripsikan bahwa Banaran dan Bantarjo di Kelurahan Banguncipto Kecamatan Sentolo, adalah daerah tertinggal. Kondisi di tahun-tahun menjelang era 70-an itulah yang mendorong terjadinya perpindahan penduduk, terutama anak-anak muda, ke kota besar.

Dan, begitu mereka merantau, rasa handarbeni pada tanah tumpah darah di Banaran dan Bantarjo tak luntur. Secara perlahan, setelah terbentuk tahun 1971, Ikabarata mengambil peran yang cukup besar dalam mengentaskan masyarakat Desa Banguncipto dari ketertinggalan.

Setelah  anak-anak muda itu (rata-rata kala itu masih bujangan) bergabung membangun keguyuban, jumlah anggotanya terus bertambah. Semula hanya ada 20 orang yang berkumpul. Tapi pada tahun berikutnya semakin banyak sehingga dalam lima tahun sudah menjadi 60 orang.

“Saat ini, anggota Ikabarata di seluruh Jabodetabek terhitung ada 191 kelapa keluarga atau kalau jumlah anggotanya sudah mencapai 660 orang,” kata Supandiyo, salah seorang pengurus Ikabarata yang aktif sejak ikut merantau di Jakarta.

Dari era 1971-1980 banyak yang telah dilakukan Ikabarata. Dalam dekade pertama itu, pembangunan fisik dimulai dengan menggagas pelebaran jalan di kawasan Desa Banguncipto. Selain itu, para perantau dalam wadah Ikabarata juga mengirimkan banyak bantuan mulai dari buku-buku sekolah, peralatan pertanian, peralatan pembangunan untuk pelebaran jalan, hingga membangun sumur dan buk atau jembatan sederhana yang menyambungkan dua sisi Kali Papah di Kedung Lilin.

Dekade berikutnya, antara 1981-1990 Banaran dan Bantarjo sudah memperlihatkan kemajuan. Hingga awal tahun 2000, pembanguna terus dilakukan. Dan, akhir tahun 2000 atau tepatnya 30 Desember 2000, Bupati Kulon Progo, R Soeratidjo hadir dalam malam syukuran pembangunan yang meriah.

Malam itu, Bupati Kulon Progo meresmikan nama ruas jalan dari Utara Bolog hingga Jrangkong. Nama yang disepakati masyarakat adalah Jalan Soemardijono yang diambil dari nama tokoh masyarakat Banaran Kidul yang menjadi korban keganasan tentara Belanda di masa perang Kemerdekaan.(kib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.