Di kalangan praktisi perkerisan Nusantara, Ki Sugeng Winarto dikenal nyentrik. Berpengetahuan luas, tapi kadang agak nakal jika menyondro duwung, menayuh atau membabar segala di balik pusaka.
Beberapa hari lalu, Ki Sugeng Winarto atau Kidung Pamungkas, mengunggah foto mata tombak yang berkharisma di Grup WA Paguyuban Brajabumi.
Terlihat sederhana tombak itu, tapi seperti ada magma di dalamnya. Sebuah kekuatan yang mampu meluluhkan segala yang keras. Panas, membakar, meski terlihat diam tanpa gejolak. Legam, menyiratkan kesilaman yang purba.
“Ini sengaja berbulan-bulan saya lepas dari warangkanya. Tanpa diminyaki juga. Baru diminyaki pas Desember kemarin setelah hampir 2 tahun tergeletak begitu saja hanya diasapi kemenyan,” katanya.
Tapi justru hasilnya menjadi sangat istimewa sampai ada yang menyebut pusaka tua itu kabudhan. Ada pula yang mengatakan pusaka tindih. Ada yang mengatakan rencekan. “Ini sangat istimewa bagi saya. Dan, saya menyebutnya tempa matang, heterogen, seperti tanah basah di tempat teduh atau di hutan-hutan,” ungkapnya.
Unsur bumi, tambah Ki Sugeng, sangat kuat. Mata tombak yang terlihat sederhana, keriput keriput, tapi memancar sinar. Gripis-gripis yang ori dari sananya itu, menghasilkan yoni renta yang tak biasa.
“Tombak ndesa kelase simbah-simbah. Karena jarene simbah biyen nek golek pusoko sepuh ki sing kriput-kriput. Diglethakan wulan-wulanan ora karaten, paling karat sethitik ora gampang karaten yo simpenen. Jarenya simbah begitu, mbuh bener mbuh ora,” tutur Ki Sugeng Winarno yang dalam dunia perkerisan Nusantara juga dikenal sebagai Kidung Pamungkas.(kib)