Masa pergerakan telah dilewati dengan ikut mendirikan Taman Siswa. Selama perang revolusi, peran penting juga diambil dengan menggagas Jimat Perang dan PETA. Kini, setelah penyerahan kedaulatan, tugas Ki Ageng Suryomentaram, mulai berkurang.
Sejak urusan negara selesai, Ki Ageng kembali pada Kawruh Jiwa atau yang juga populer disebut Kawruh Beja. Ia melakukan sarasehan di banyak tempat, menyebarkan kawruh yang banyak bermuatan batin ini.
Bagi Ki Ageng Suryomentaram, memisyuwurkan Kawruh Jiwa adalah bagian dari pengabdiannya pada negara. Ia ingin membangun mental dan jiwa generasi masa depan. Tidak heran jika pada 1957, Ki Ageng diundang Bung Karno ke istana. Tujuannya hanya untuk mewedar ilmu, sekaligus ikut memecah masalah negara.
Setelah itu, pada tahun-tahun berikutnya, Ki Ageng semakin giat menyebar kawruh. Tapi memang, kondisi fisiknya sudah semakin menurun. Dan, saat sarasehan di Salatiga, Ki Ageng jatuh sakit, lalu dilarikan ke Jogja.
Masuk rumah sakit karena kondisi kesehatannya menurun, Ki Ageng Suryomentaram, tetap saja mbabar ngelmu. Ia masih sempat mengurai apa yang disebut puncak belajar kawruh jiwa ialah mengetahui gagasannya sendiri.
Tak betah di rumah sakit, selain kesehatannya yang tak kunjung membaik, Ki Ageng akhirnya dibawa pulang. Sejak itulah, kondisi tubuh bertambah rapuh. Lalu, pada senja hari di tanggal 18 Maret 1962, Ki Ageng Suryomentaram, pangeran dunia mistik, tokoh dalam ilmu kawruh, dipanggil Tuhan. Hari itu, Minggu Pon, usianya genap 70 tahun,(tamat)