Demi Samigaluh Berburu Bibit ke Kemiri

oleh -292 Dilihat
oleh

Pagi di Balong, Samigaluh, Kulon Progo agak berkabut. Dingin yang menjadi selimut sepanjang malam, juga belum hilang. Dan pagi-pagi sekali, saya sudah harus meninggalkan Balong, mengantar Mbak Mun ke Kebumen.

Rencana sudah saya susun. Mengantar Mbak Mun ke rumahnya di Kebumen sekalian mampir ke sentra bibit tanaman di desa Bedono Karangduwur, Kecamatan Kemiri, Purworejo. Kebetulan ada mas Harno yang mengantar sehingga perjalanan bisa leluasa.

Perjalanan selama 1,5 jam tidak terasa karena sepanjang jalan terlihat sejuk dibayangi mendung tipis menggelayut. Meskipun Desa Bedono banyak terdapat penjual bibit tanaman, namun kami langsung menuju CV Mitra Bibit yang memiliki kebun luas dengan aneka tanaman.

Mitra Bibit yang dimiliki mas Eko Marwanto menjadi suplier berbagai biji dan bibit tanaman hortikultura, perkebunan dan kehutanan yang pemasarannya ke seluruh Nusantara. Malah, ada juga yang dikirim ke Luar Negeri.

Saya berencana hanya mau membeli bibit durian dan vanili. Mengapa? Karena, menurut cerita, daerah Samigaluh Kulon Progo pernah menjadi sentra tanaman vanili. Namun karena harganya pernah merosot tajam maka petani enggan menanam kembali.

Itu yang membuat saya jadi tertarik ingin mencoba menanam vanili sebagai tanaman sela sayuran organik. Syukur-syukur hasilnya banyak sehingga bisa menarik minat warga sekitar Samigaluh untuk mulai giat menanam vanili.

Nah kalau durian sih lebih karena saya adalah penikmat durian. Demikian juga kerabat dan teman-teman semuanya menyukai durian. Jadi cita citanya kalau nanti durian berbuah, entah berapa tahun lagi, bisa mengajak kumpul di Samigaluh.

Sampai di Desa Bedono, kekaguman sulit disembunyikan. Hamparan hijau yang terbuat dari bibir banyak tanaman menarik. Tapi karena kebun milik Mitra Bibit luas maka saya hanya melihat area sekitar kantor pemasaran saja.

Tanaman yang saya inginkan,  saya percayakan kepada pegawainya mas Eko untuk memilihkan yang terbaik. Hampir seluruh wilayah desa Kemiri menjual bibit tanaman. Mereka saling berpartisipasi apabila ada kebutuhan bibit tanaman dalam jumlah yang banyak. Sayang sekali persediaan bibit vanili sedang kosong.

Mas Eko menawarkan untuk mengambil vanili dari kebun bibit temannya. Namun karena lokasinya agak jauh dan saya masih harus ke Kebumen maka sebagai gantinya saya membeli bibit mangga, rambutan, anggur, jambu jamaica, jambu citra dan jeruk limau selain tentunya durian. Semoga semua tanaman itu bisa tumbuh dan berbuah nantinya.

Mas Eko juga melayani pengantaran bibit yang kita pesan sampai di tempat dan biasanya bila jumlahnya banyak bisa bebas ongkos kirimnya. Pokoknya menyenangkan berada di kebun bibit nya mas Eko. Rasanya pingin memborong semua bibit tanamannya karena kualitasnya bagus dan harganya terjangkau.

Setelah urusan membeli tanaman selesai, perjalanan lanjut ke Kebumen. Selama ikut kerja dengan saya, Mbak Mun hanya pulang saat Lebaran menggunakan kereta sampai Stasiun Kebumen, atau travel sampai pinggir jalan dekat rumahnya.

Jadilah begitu saya antar, ia kebingungan sendiri. Sebab, Mbak Mun bingung arah menuju desanya. Menurutnya, setelah melewati Tugu Lawet di Kebumen tinggal lurus saja menuju desanya.

Perjalanan makin menjauh. Arah luar kota. Namun belum ada tanda tanda terlihat Tugu Lawet. Saudara mbak Mun berulang kali menelepon menanyakan posisi dimana karena belum sampai rumah. Mbak Mun makin resah karena tak tahu arah menuju desanya.

Setelah bertanya ke penjaga SBPU, ternyata Mas Harno tadi tidak masuk kota Kebumen tapi melewati pinggiran kota sehingga kebablasan ke arah yang berbeda. Awalnya saya pikir Mas Harno paham daerah Kebumen sehingga tidak perlu minta bantuan google maps.

Untung belum terlalu jauh sehingga bisa putar arah.  Lagi-lagi atas bantuan google maps akhirnya ada kejelasan arah menuju rumah Mbak Mun di Alian. Lokasinya dekat pemandian air panas alam Krakal.

Sampai di rumah Mbak Mun sudah disambut saudara-saudaranya yang sengaja datang. Suasana sekitar rumah lebih ramai karena banyak rumah. Pantesan Mbak Mun bilang rumah saya di Balong bukan di desa tapi di hutan karena jauh dari warga sekitar.

Sebenarnya Mba Mun sudah punya rumah namun dipakai oleh anak lelakinya yang sudah berkeluarga, sehingga mba Mun yang tinggal sendiri menyampaikan keinginannya untuk punya rumah di samping rumah kakaknya. Rumah yang baru dibangun belum selesai namun sudah terlihat berdiri lumayan bagus untuk ukuran kampung Mbak Mun.

Nah yang menyenangan, karena belum makan siang, saya dan Dita langsung melahap tiwul, pisang goreng, timus, lemet yang disajikan tanpa basa basi. Setelah bersilahturahmi sejenak dengan keluarga Mbak Mun, kami segera pamit pulang. Tak lupa Mbak Mun membekali kami beberapa makanan untuk di jalan dan oleh-oleh untuk pak Heroe.

Mendung dan hujan kembali mengiringi perjalanan kembali ke Jogja sehingga agak lambat laju kendaraan yang dibawa Mas Harno. Beberapa kali Heroe menanyakan posisi sudah sampai mana.

Dan, akhirnya sampai Samigaluh sudah sore. Segera kami menuju bakmi Pandawa yang nikmat sekali disantap saat hawa dingin menerpa di akhir Desember.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.