Tiga Cupu sakti Kiai Panjala, seolah menjadi pusaka bagi siapa saja yang meyakininya. Mereka datang, meminta petunjuk, tidak hanya ketika upacara sakral pembukaan kain kafan pembungkusnya.
Ratusan mori yang menjadi selubung cupu, selalu ditunggu sasmitanya dari bekas mainan Bagus Sayek itu. Selalu ada yang menarik, setiap tahun. Semua orang, seolah berkepentingan, ketika ritual membuka selimut cupu dilakukan. Mereka adalah orang-orang yang ingin ujubnya terkabul, atau tokoh-tokoh politik yang hendak membaca tanda-tanda zaman, sepanjang satu tahun ke depan.
Makin hari, popularitas Cupu Panjala, sebagai pemberi sasmita memang kian meluas. Tanda-tanda yang dikirim, juga berlaku secara nasional. Maka, semakin banyak saja yang ikut upacara membuka kafan Cupu Kiai Panjala.
Pertanda gaib yang muncul dalam bentuk gambar-gambar kemudian ditafsir publik dan diyakini dalam hati sebagai panduan. Dipercaya tidak sebatas ramalan, melainkan pemberi arah langkah. Banyak orang, mulai dari tokoh lokal hingga masyarakat dari tempat yang jauh telah menyaksikan, kisah sasmita Cupu Kiai Panjala.
Segala pertanda yang dikirim berlembar-lembar kafan pembungkus cupu, seperti menjadi petujuk arah kehidupan, bagi masyarakat secara turun-temurun, bertahun-tahun, nyaris sejak lebih dari 500 tahun silam.
Benar. Lebih dari 500 tahun silam. Tentu saja, angka itu, sengaja ditambahi ‘lebih dari’ karena memang tidak ada yang tahu pasti angka persisnya usia benda keramat itu. Masyarakat, termasuk para juru kunci yang konon, sudah tujuh turunan, hanya menyebut cupu itu warisan Kanjeng Sunan Kalijaga.
Kisah yang beredar di tengah publik, dan diyakini sebagai sebuah kebenaran, cupu itu adalah mainan anak-anak yang sakti mandraguna, dari masa silam. Kesaktian itu berasal dari Istana Laut Kidul, karena memang anak penuh daya linuwih ini, anak asuh Kanjeng Sunan Kalijaga yang masyur sebagai wali gaib yang dicintai orang Jawa.(bersambung)