Indrajit masih ngungun. Kembali ngungun dengan rahasia yang disimpan Hestirini selama ini. Ia tak pernah mengerti karena memang tidak memiliki waktu untuk saling memahami. Indrajit dan Hestirini seperti dipisahkan dua kenyatan yang sulit, tapi sejatinya mereka saling mencintai.
Siapa yang berani menyangkal bahwa buku lusuh yang masih ada dalam genggaman Indrajit adalah bukti rasa cinta mereka yang semestinya terajut dengan indah. Nyakinlah, jika ditelusuri dengan teliti, di setiap goresan tinta ada tetesan cinta yang abadi. Indrajit tahu itu, karena ia merasakan hal yang sama.
Lalu, Indrajit berhenti di sebuah tulisan yang seperti ingin dikaburkan, entah oleh alasan apa. Tulisan itu masih bisa dibaca dengan lengkap, meski diberi coretan-coretan yang seperti menggambar putus asa.
Lihat saja tulisan itu:
Uuh…Indrajit ngunjal ambegan, tidak tahu sudah yang ke berapa. Dadanya sesak memikirkan jalan hidupnya yang rumit. Betapa selama ini ia tersiksa seorang diri oleh masa lalunya yang penuh prasangka. Tapi rupanya, siksaan yang sama diresapi Hestirini.(bersambung)